top of page

TANTANGAN PENGUATAN BADAN USAHA KOPERASI (Dalam rangka 70 Tahun Hari Koperasi - 12 Juli 2017)

Koperasi sebagai Badan Usaha tentunya tidak perlu diragukan lagi Dasar Hukumnya, karena sejak tanggal 18 Agustus 1945 bersamaan dengan Penetapan UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia, yang mana di dalam Pasal 33 Ayat (1), dikatakan perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Pada penjelasan ayat ini dikatakan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah Koperasi, bahkan saat ini keberadaan Koperasi telah diperkuat oleh UU No. 25 Tahun 1992 yang telah mengatur kelembagaan organisasi Koperasi, manajemen, permodalan dan usaha, sebagai wadah Perkoperasian serta peran Pemerintah yang diperkenankan untuk memfasilitasi Koperasi sebagai pelaku usaha.

Dalam perjalanannya sejak dilaksanakan kongres pertama Koperasi yang digelar di Tasikmalaya tahun 1947 dimana telah menetapkan salah satu keputusan yang dianggap penting terhadap keberadaan Koperasi, dimana dinyatakan tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi Indonesia dan harus diperingati setiap tahunnya. Dengan demikian 70 Tahun sudah keberadaan Koperasi di Indonesia selalu diperingati, tetapi saat ini selalu menjadi pertanyaan bagi kita semua, termasuk semua pihak terkait terlebih-lebih insan gerakan Koperasi di Kalimantan Selatan, apakah Koperasi sudah bisa berperan sebagaimana fungsinya sebagai lembaga ekonomi yang memberikan pelayanan kepada anggotanya maupun masyarakat pada umumnya baik pada sekala daerah maupun secara nasional. Pada kesempatan hari Koperasi yang ke 70 tanggal 12 Juli 2017 ini penulis mencoba meyampaikan sedikit pemikiran maupun mengkoreksi ulang apakah gerakan Koperasi di Kalimantan Selatan pelaku ekonomi di banua ini.

Sebelum penulis memaparkan lebih lanjut berkenaan dengan apa saja yang harus disikapi serta tantangan dalam melakukan pembinaan, pemberdayaan dan penguatan badan usaha koperasi, mari kita lihat terlebih dahulu kondisi keragaan perkoperasian di Kalimantan Selatan per Desember Tahun 2016 bersumber dari Dinas Koperasi & UKM Kalimantan Selatan, yang terdiri ; jumlah koperasi 2,559 unit (aktif sebanyak 1,775 unit dan tidak aktif sebanyak 784), keanggotaan sebanyak 369,325 orang, jumlah manager 3,496 orang, karyawan 3,466 orang, modal sendiri 691,960,819,000, modal luar 512,536,010,000, volume usaha 1,270,268,830,000, keuntungan/SHU 104,818,047,000. Kalau kita bandingkan kinerja koperasi yang telah dicapai pada tahun 2015 khusus dari aspek permodalan dan usaha dimana angka menunjukkan untuk modal sendiri sebesar 2,080,086,279,000, modal luar 667,616,912,000, volume usaha 1,391,773,608,000, keuntungan/SHU 132, 756,677,000. Sedangkan dari indikator pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan untuk tahun buku 2014 yang dilaksanakan pada tahun 2015 terealisasi 711 unit koperasi, untuk pelaksanaan RAT tahun buku 2015 yang dilaksanakan tahun 2016 terealisasi sebanyak 538 unit. Kalau kita lihat kinerja koperasi tahun 2016 dibanding dengan tahun 2015 dari semua aspek terlihat menurun, tentu menjadi pertanyaan bagi kita semua, dimana permasalahannya, sedangkan jumlah koperasi aktif di tahun 2016 bertambah dari 1,769 unit menjadi 1,775 unit koperasi.

Koperasi sebagai Badan Usaha harus memiliki kegiatan usaha atau dengan bahasa mudahnya harus melaksanakan aktifitas bisnis yang memberikan pelayanan kepada anggotanya, calon anggota dan masyarakat disekitarnya. Meskipun kita ketahui bahwa koperasi memiliki 3 pilar, sebagai wadah ekonomi yang harus melakukan fungsi – fungsi pengelolaan usaha dan permodalan, sebagai wadah sosial yang menjunjung tinggi hak – hak persamaan anggota untuk berdemokrasi dan sebagai wadah peningkatan sumber daya manusia koperasi melalui kegiatan pendidikan kepada anggota maupun para pengelola koperasi. Disini penulis mencoba melihat dan mengemukakan beberapa aspek yang mungkin dapat memperkuat kembali perkembangan maupun penumbuhan badan usaha koperasi. Pertama dari segi kepemilikan koperasi dalam hal ini adalah peran serta anggota dalam mendukung dan mengembangkan badan usaha koperasi yang dibentuk dan didirikannya. Dalam mengembangkan dan memperkuat kelembagaan koperasi dimana anggota sebagai elemen yang terpenting didalam tata berkehidupan membangun koperasi. Keberadaan koperasi adalah karena harus/didukung oleh anggota, meskipun dipersyaratkan 20 orang dapat membangun sebuah koperasi tetapi sangat berbeda suatu koperasi yang anggotanya ribuan bahkan lintas kelurahan, lintas kecamatan bahkan lintas kabupaten kota maupun provinsi. Dalam UU Koperasi mengingatkan bahwa anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi, ini mengandung pengertian sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi harus berpartisipasi aktif didalam segala kegiatan koperasi baik dibidang usaha maupun dibidang permodalan, begitu pula anggota diwajibkan mengambil keputusan yang strategis dalam upaya merencanakan kegiatan – kegiatan yang harus dilaksanakan oleh koperasi serta berperan mengawasi jalannya organisasi dan usaha serta siap menanggung resiko yang terjadi. Sedangkan sebagai pengguna jasa anggota harus berperan aktif memanfaatkan pelayanan ekonomi yang sudah disepakati untuk dilaksanakaan oleh koperasi.

Didalam memulai membangun koperasi ada hal yang penting dan mendasar harus dihayati dan dilaksanakan oleh anggota maupun masyarakat pada umumnya yang dikenal dengan pelaksanaan jati diri koperasi. Didalam jati diri koperasi ada dua hal yang mendasar yang harus benar – benar dipahami, diresapi dan dihayati oleh semua pihak yang berkoperasi yakni apa yang disebut dengan nilai dasar dan prinsip koperasi. Nilai dasar harus tumbuh dan lahir dari hati nurani para anggota yang ingin berkoperasi yakni antara lain; kekluargaan, menolong diri sendiri, bertanggung jawab, demokrasi, persamaan, berkeadilan, dan kemandirian, tujuh poin ini lah yang benar – benar dapat ditanamkan dalam insan koperasi sebagai nilai dasar kegiatan/operasional koperasi. Selanjutnya ada pula yang merupakan nilai dasar yang harus diyakini berupa nilai etika (moral yang harus dijadikan panutan antar sesama anggota antara lain; nilai kejujuran, niai keterbukaan, nilai tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap orang lain. Sedangkan prinsip ini mengandung artian sebagai esensi dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan cirri khas badan usaha koperasi itu sendiri, yang membedakan dengan perusahaan swasta lainnya. Didalam UU no.25 Tahun 1955 tentang perkoperasian menyebutkan ada tujuhh prinsip yang harus dipahami, dimaknai dan dilaksanakan oleh koperasi diantaranya; keanggotaan koperasi bersipat suka rela dan terbuka, pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis, pembagian SHU sebanding dengan jasa usaha anggota, pemberian balas jasa terbatas terhadap modal, kemandirian, pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar koperasi. Nilai dasar dan prinsip berkoperasi inilah yang menurut hemat penulis belum disadari oleh semua pihak dalam berkoperasi, sehingga belum mencerminkan rasa kepemilikan dan peran serta anggota dalam membangun koperasi sebagai perusahaan yang besar dan professional, anggota hanya menuntut hak nya saja dan koperasi hanya dipandang sebagai wadah untuk bertransaksi sesaat saja.

Selanjutnya aspek kedua yang sangat dapat berperan memberikan dukungan kekuatan bagi gerakan perkoperasian adalah lembaga gerakan koperasi itu sendiri sebagai wadah tunggal untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi koperasi yang kita kenal dengan Dekopinwil (untuk provinsi) dan kabupaten/kota adalah Dekopinda. Adapun sebenarnya tugas dari Dekopin ini adalah sangat strategis sekali dalam rangka meningkatkan idealisme berkoperasi melalui kegiatan; pertama meningkatkan kesadaran berkoperasi bagi anggota dan masyarakat, melakukan pendidikan perkoperasian bagi anggota dan masyarakat dan selanjutnya berperan mengembangkan kerja sama antar koperasi dan antara koperasi dengan badan usaha lain baik pada tingkat daerah, nasional maupun internasional. Kalau kita lihat data seperti diatas khususnya untuk koperasi tidak aktif, dimana boleh penulis gambarkan untuk tahun 2016 terdapat 31% koperasi tidak aktif dan ditahun 2015 terdapat 31,5%. Dengan data ini terlihat kurang berperannya Dekopinwil/Dekopinda sebagai salah satunya lembaga gerakan koperasi, namun seharusnya melalui Dekopin ini lah dapat memfasilitasi dan membantu untuk mengurangi dan memecahkan permasalahan sehingga kelembagaan koperasi selalu dapat berjalan sesuai dengan ideologinya.

Kemudian yang ketiga yang sangat berperan pula dalam turut menumbuh kembangkan, pembinaan dan pemberdayaan gerakan koperasi adalah pihak pemerintah sendiri baik pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten kota, didalm Bab XII UU No.25 Tahun 1992 tentang perkoperasian yang mengatur pembinaan dimana pemerintah menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan serta permasyarakatan koperasi, juga memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada koperasi. Dalam rangka perlindungan inilah guna membangun koperasi sehat, tangguh, dan mandiri pemerintah banyak mengeluarkan regulasi berupa peraturan pemerintah dan peraturan Mentri Koperasi, dalam memperkuat kelembagaan badan usaha koperasi melalui UU No.23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, telah memberikan wewenang kepada pemerintah provinsi, kabupaten/kota untuk melakukan pembinaan, pemberdayaan dan pengawasan koperasi seperti; izin usaha simpan pinjam, penilaian kesehatan KSP/USP Koperasi, pengawasan dan pemeriksaan koperasi. Begitu pula dari kementrian koperasi di tahun 2015 telah menerbitkan lebih dari sepuluh PMK, yang berisikan aturan – aturan memantapkan kelembagaan, usaha sektor keuangan dan nonkeuangan, pengawasan koperasi simpan pinjam/USPkop konvensional maupun syariah, sistem akutansi koperasi dan aturan lainnya dalam rangka meningkatkan kualitas koperasi. Dengan adanya keinginan pemerintah dalam hal ini kementrian koperasi yang tidak lagi mengejar kuantitas tetapi sebaliknya menciptakan koperasi yang benar – benar berkualitas baik dari aspek jumlah anggotanya, aset, omset, sekala usaha, dan penyerapan tenaga kerja,apakah mampu/ dapat diakomodir kabupaten/ kota diKalsel. Dalam beberapa tahun terahir ini menurut pengamatan penulis daerah sering kesulitan menentukan koperasinya yg benar - benar sebagai badan usaha kompetitif yg memilik tatalaksana sendiri, SDM manejem yg layak, penggunaan teknologi, dukungan modal sendiri, produk/usaha unggulannya juga kemitraannya, karena kenyataannya koperasi di KalSel ini lebih dari 80% bisnisnya di bidang usaha simpan pinjam saja. Sebagai penutup dari kondisi seperti ini tentunya menjadikan perhatian baik pelaku koperasi, Dekopin, dan Pemerintah khususnya instansi yang membidangi Koperasi baik di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota harus mampu membangun kembali kerjasama untuk menguatkan kembali nilai dasar dan prinsip Koperasi yang merupakan jati diri Gerakan Koperasi di Indonesia sehingga Koperasi dapat kembali memiliki tugas dan berperan sebagai wadah ekonomi anggota dan masyarakat pada umumnya, semoga.

Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

Visit

Jl. A. Yani Km. 6,7 Komplek Permata Permai No. 25 RT. 11 RW. 1, Kertak Hanyar, Banjar, Kalsel 70654

Contact Person

Tommy K: 0813 48 522 362

H. Asman: 0812 51 664 73

  • White Google+ Icon

© 2016 by WISE Co.

Proudly created with Wix.com

bottom of page